Translate

Rabu, April 04, 2018

Twenty Four [3]

 TWENTY FOUR

-HIDDEN-


Pacific Economic Senior High School, terpampang jelas nama itu di depan gerbang masuk sekolah baru ku. Ya, hari ini adalah hari pertama aku menjadi siswa SMA. Tak ada lagi teriakan gila Leo, tak ada lagi tubrukan kerasnya Leo yang setiap pagi aku rasakan saat memasuki gerbang semasa SMP. Semuanya telah berubah menjadi lebih baik, mungkin kali ini Leo tak akan bisa menjadi sasaeng ku lagi, aku akan merasa aman jika benar seperti itu.

Ini hari pertama ku berpisah sekolah dengan Leo, itu karena Leo mulai bersekolah di Sains International School. Sekolah kami memang tidak berjauhan, kami tetap di satu kota yang sama, hanya saja berbeda lokasi. Bahkan kami pun akan tetap pulang bersama, Leo akan menungguku di station kereta saat pulang sekolah, ataupun sebaliknya.

Aku melewati hari hari ku dengan kegiatan belajar seperti biasa, hanya saja kali ini tak ada lagi seseorang yang berteriak di jendela samping ku saat bel istirahat berbunyi, bahkan kegiatan istirahat ku kini menjadi normal, tak ada lagi kabur panjat tembok sekolah untuk makan siang di luar sekolah, atau hanya duduk duduk di ruang seni sambil menyalakan music sekeras mungkin. Ini seperti bel berbunyi, berjalan menuju kantin, mengantri makan siang atau membeli beberapa makanan, setelah itu masuk kelas dan selesai. Itu menjadi terasa begitu membosankan.

Sore ini Leo tak bisa pulang bersama ku, karena Leo sedang mengikuti persiapan olimpiade sains tingkat nasional di sekolahnya. Kurasa ketika ia masuk sekolah itu, otak gila dia semakin menjadi jadi, belum menginjak 1 bulan disana Leo sudah berkontribusi terhadap sekolahnya. Apa kabar aku yang stuck ditempat tanpa pergerakan apa pun ini? Aku semakin merasa tak berguna. Beberapa hari lalu, Leo menasehati ku “kembangin tuh ukiran!” singkat memang dan aku pun ingin mencobanya. Tapi aku sedikit tak percaya diri dengan karya ku karena biasanya Leo mengatakan “Cuma gitu doang? Teman kelas ku ada yang lebih jago” tak berkritik tak memberi saran, yang ada ia hanya berkomentar semenyakitkan itu.

Sore ini niatku akan menunggu Leo di kafe depan sekolah nya. Tepat di Café Toffe aku menunggu hampir 2 jam, aku selalu melihat kesebrang jendela kafe karna tepat disanalah gerbang sekolah Leo berada. Sudah 2 minggu ini kami tak pulang bersama, karena itulah aku memutuskan untuk menghampiri Leo seperti sekarang ini, sesekali aku pun ingin menyampaikan dukunganku secara langsung untuk olimpiade sains nya.

“tok tok tok..” aku terkaget saat mendengar ketukan jendela yang berada tepat disamping ku. “Leo” kataku dalam hati, seketika aku tersenyum saat melihat senyuman Leo sambil melambaikan tangan di balik jendela kafe. “Kambing!!” teriak Leo yang baru saja memasuki pintu kafe sambil menghampiri ku. Memalukan memang manusia satu ini, apa dia begitu cuek terhadap lingkungannya hingga tak sedikit pun merasa malu dengan tingkah konyolnya itu. Sesaat ia duduk di depan ku, ia mengisyaratkan sedang dalam keadaan haus, saat itu aku hanya menganggukkan kepala ku, namun pada akhirnya setelah ia memanggil pelayan kafe, ia membeli 1 cangkir kopi 1 botol minuman dingin dan 2 kue coklat. “atas nama Mina” kata tambahan yang ia bubuhkan sesaat setelah ia selesai memesan. Aku hanya menganga karena hanya ada 1 gelas jus alpukat yang di atas meja ku, itu menandakan bahwa aku sedang tak ingin mengeluarkan banyak uangku. Dan aku meyakinkan satu hal, bahwa yang harus membayar pesanan Leo tadi adalah aku. “Stupid Boy” dalam hati ku sambil menggerutu karena kesal dengan tingkah gila Leo.

Sudah sekitar 1 jam kita berdiam di kafe ini, tak banyak aku berbicara saat ini, aku hanya mendengarkan ocehan Leo yang bersemangat menceritakan tentang lingkungan barunya. Tapi ada satu hal yang membuat ku kesal, Leo memberitahu ku bahwa ia akan mengikuti olimpiade sains nasional dengan 1 teman barunya, bahkan ia memberi tahuku nama temannya itu, Yuki. “kita tak satu kelas, tapi kita berada di jurusan yang sama. Ia wanita yang cantik, dan dia begitu percaya diri.” Tutur Leo yang mengenalkan teman wanita nya itu kepada ku. Aku merasa sedikit cemburu. Tunggu, mengapa aku cemburu? Aku tak cemburu, aku hanya sedikit kesal. Tidak tidak aku hanya tak suka ia membanggakan orang lain, ia bahkan tak pernah menilai ku dengan baik, mengapa ia begitu baik dengan wanita itu. Aku tak cemburu, aku hanya tak suka.

“sudah sore, ayo kita pulang” ajak ku saat aku mencoba memotong pembicaraan Leo yang sedang menceritakan tentang Yuki. Seperti biasa, saat diperjalanan Leo akan terus mengoceh membicarakan hal yang tak penting, tapi kali ini ia sama sekali tak membicarakan soal Yuki itu seperti di kafe tadi, setiap ia bercerita tentang satu hal ia akan bertanya pada ku, “apa kau mengikuti ekskul seni lagi?”, “apa kau merasa senang ada di kelas?”, “apa sanggar tari disana memiliki ruangan yang bagus?”, “apa kau menemui guru killer disana?”, “kurasa tak ada pria seganteng aku disana, iya kan?”, aku hanya menjawab ya, mungkin, dan tidak tanpa menambahkan opini ku. Hingga akhirnya aku terdiam saat mendengar pertanyaan mendadak Leo, “apa kamu cemburu dengan Yuki?”, aku tak menjawab apapun kecuali terus berjalan di depan Leo. “hahaha… setampan apapun aku ini, kurasa kau memang membenci ku.” Sautan Leo sambil tertawa dan merangkul ku dari belakang. Bukannya aku tak mau menjawab, aku hanya bingung harus jawab apa, dan dengan opini Leo yang terakhir itu, aku tak yakin itu benar atau salah. Yang aku yakin, aku hanya tiba tiba ingin menyusul Leo ke sekolahnya, tapi entah apa alasannya, aku hanya tak ingin pulang sediri saja.

Mungkin Leo merasa lelah terus mengoceh, setelah ia bertanya apa aku cemburu, ia tak mengoceh lagi seperti tadi, ia hanya berdiam sambil melirik sana sini. Kurasa ini pertama kalinya ia merasa lelah. “kapan kau mulai olimpiade nya?” Tanya ku untuk memecahkan kesunyian perjalanan ini, “3 hari lagi” jawab Leo dengan singkat. Tak terasa perjalanan pulang kami sudah sampai depan rumah ku, aku akan bergegas masuk rumah dan berpamitan dengan Leo. “Ya! Aku akan segera masuk, hati hatilah di jalan, kurasa kemarin malam aku melihat anjing baru yang berkeliaran dekat rumah mu.” Pamit ku, seperti biasa tanpa mengucapkan selamat tinggal. “apa kau melupakan sesuatu?” Tanya Leo saat aku hendak memasuki pagar rumah, aku lantas berpikir apa yang aku lupakan hingga Leo bertanya seperti itu, apa aku melupakan sesuatu, kurasa aku tak meninggalkan apapun. “aku tak menitipkan apapun kan pada mu?” Tanya ku pada Leo, “Tidak!! Hanya saja kau lupa betapa tampannya aku ini.” Sambil tertawa ia hanya memberi jawaban lelucon itu. Sialan, mengapa aku mudah sekali tertipu olehnya. Aku sedikit kesal karena ia tak ada hentinya berbuat gila padaku, hingga akhirnya aku mendengar teriakan seorang pria yang sepertinya aku kenal saat aku hendak memasuki pintu kamar ku, “Kita hanya teman!!”. Aku tak paham maksud perkataan pria itu, kupikir kita memang teman kan?.

Kurasa hari ini terasa lebih lama, aku merasa aga lelah mala mini, mungkin karena saat ku pulang sekolah tadi aku langsung pergi ke sekolah Leo. Setelah aku meberekan alat sekolah ku, aku bergegas mandi, saat aku sedang berendam aku merasa ada sesuatu yang mengganjal pikiran ku. Aku mencoba berpikir lebih keras, apa yang sedang mengganjal pikiran ku ini, aku merasa sesuatu yang berbeda. Setelah selesai mandi, aku bergegas membaringkan badan ku di tempat tidur, karena ini terasa begitu lelah. Sesaat hendak tertidur, hati ku dengan lembu mengatakan “aku merasa lega telah bertemu Leo hari ini.” Dengan sigap aku membuka mataku setelah menyadari, apa yang baru saja hati ku katakana. Aku terdiam dan melamun seketika, disisi lain aku beranggapan bahwa opini itu benar, tapi bagaimana aku bisa merasa lega, kita memang seperti itu biasanya. Aku terbangun dan membuka gorden jendela kamarku yang tepat ada disamping tempat tidur ku, aku melihat banyak bintang yang sedang menemani bulan disana, indahnya langit malam itu. Aku hanya ingin sedikit jujur, aku selalu merasa aman saat ada di dekat Leo. Mungkin itu karena Leo adalah sahabat terbaik ku. “oh tidakkk!! Aku lupa memberikan semangat pada Leo”, “sepertinya Leo sudah tidur”.

Aku tak paham dengan keadaan sekarang, aku merasa aneh belakangan ini. Entah apa yang sebenarnya terjadi. Ini diawali sejak kami pisah sekolah, mengapa aku menjadi selalu berketergantungan pada Leo. Aku tak paham, padahal sebelumnya aku marasa aman karena kini sudah tak ada lagi yang mengganggu ku dengan tingkah gila seperti Leo. Tapi mengapa aku merasa sedikit kehilangan. Apa seharusnya aku bertanya pada teman sekelas ku? atau aku tanya saja langsung pada Leo, sahabatku? Aku harap kau mengetahuinya.

Halo semua..

Aku gak tau kalo ternyata menjadi manusia itu harus Sempurna.

Minggu, 19 Januari 2025 Masih awal tahun ya... Tapi hari ini aku tau, ternyata aku masih belum sebaik itu untuk hidup di dunia. Dengan adany...