Translate

Selasa, Desember 04, 2018

Twenty Four [11]

TWENTY FOUR

-I WAS WRONG-


“apa yang barusan kau katakan?” begitulah tanya Leo sesaat setelah aku berteriak didekatnya. Aku terdiam dan memandang Leo cukup lama, aku tak tau apa yang harus aku katakana padanya. Aku sedikit menderita berada di dekatnya, ia selalu mengingatkan ku pada Leo yang asli. Aku pun merasa kasihan padanya, jika memang ia adalah Leo asli yang kembali dihidupkan untuk menghilangkan rasa penasarannya selama hidup, maka aku akan membantunya untuk menghilangkan rasa penasaran itu. Aku tak ingin ia pergi, tapi aku pun ingin ia hidup dengan tenang dialamnya. “Leo, apa kau merasa penasaran dengan suatu hal?” tanya ku pada Leo. “aku penasaran, apa ada orang yang mencintai ku” jawab Leo dengan santainya.

“Aku mencintai mu Leo.”

Aku merasa lega karena mengatakannya, tapi mengapa aku merasa takut juga. Aku takut kehilangan Leo lagi. Aku ingin ia pergi dengan tenang, tapi itu menyakitkan ku.

Leo hanya menatapku tanpa kata kata, ia seperti mengatakan “aku tak percaya” dimatanya. Aku pun hanya menundukan wajahku darinya. Aku merasa takut dan sedih karena mengatakannya. “jika kau memang datang untuk mengakhiri rasa penasaranmu, aku akan membantu mu mencari taunya. Jika rasa penasaran itu adalah keingin tahuan mu dengan siapa orang yang mencitai mu selama ini, maka aku akan menjawabnya. Aku tak ingin kehilangan mu, itulah alasannya mengapa aku sangat menderita sejak hari kepergian Leo. tapi jika kau adalah arwah Leo yang sesungguhnya, itu akan lebih sangat menyakitkan melihat Leo yang aku cintai tak pergi dengan tenang” aku mengungkapkan semua perasaaan ku saat ini pada Leo.

“dengarkan aku Leo. Aku sangat mencintai mu, bahkan jika kau benar benar sudah pergi dengan tenang, aku akan tetap mencintai mu. Aku merasa konyol, bahkan saat ini pun aku mencintai sebuah bayangan yang parasnya sangat mirip dengan Leo. aku ingin kau pergi dengan tenang, tolong jangan pikirkan aku.” Aku menangis di depannya, aku seperti sudah tak terkendali dengan perasaan ku.

Leo mendekatiku, tanpa sepatah katapun Leo langsung memeluk ku. ini adalah kali pertama Leo memeluk ku, aku pun tak dapat mengatakan apapun, aku hanya menangis dipelukannya. Ini hanyalah bayangan Leo, tapi aku merasa jika ini adalah Leo yang sesungguhnya. Aku benar benar ingin memeluknya, aku tak ingin melepasnya. Biarkan aku tetap seperti ini, aku merindukanmu Leo.

“sudah malam, ayo kita pulang” bisiknya ditelingaku saat ia sedang mencoba menenangkan ku. ia kemudian menggenggam tangan ku dan menuntun ku sampai rumah. Saat aku masuk kamar ku, Leo hanya mengikuti ku dan duduk di sofa kamarku. Suasanaku mendadak menjadi canggung. “tidurlah dengan nyenyak” begitulah kata Leo saat aku hendak tertidur, aku hanya tersenyum kearahnya dan mulai memejamkan mataku. Aku sangat menikmati malam pergantian tahun ini.

Pagi ini aku terbangun karena sinar mentari yang masuk ke kamarku lewat jendela berbintang dekat kasur ku. Saat terbangun, pandangan ku langsung mengarah ke sofa tempat biasa Leo duduk, namun aku tak menemukan Leo disana. Ia memang begitu, terkadang ia keliaran sendiri tanpa ku. Ia memang manusia yang memiliki rasa penasaran yang tinggi.

"Mina-san.." 

Bayangan Leo membangunkan ku dipagi ini, tunggu... Ia tak menghilang?

Aku langsung terbangun dan duduk menatap bayangan Leo. "Kau masih disini?' tanyaku. "Memangnya kau berharap aku pergi?" tanya balik Leo padaku. Ini aneh, kupikir rasa penasaran arwah Leo ini sudah terbayar, kupikir dengan aku memberi tahu jika aku mencintainya, sudah cukup membuat Leo pergi dengan tenang. Lalu, apa yang seharusnya aku lakukan?

Sepertinya dugaan ku memang salah, bayanga Leo itu masih ada, sudah berbulan-bulan sejak aku mengatakan bahwa aku mencintainya, tapi dia tetap ada didekat ku. Dia masih mengikuti ku kemana pun aku pergi. Ia mengikuti ku seperti biasanya, menemani kesehari-harian ku, menemani jadwal kampusku, menemani malam ku, tidak ada yang berubah dengan wujudnya.

"Hey Kambing! apa kau pernah ke kamar ku?" Tanya Leo secara tiba-tiba.

"Tidak, aku belum pernah ke kamar mu dirumah, begitu juga sebaliknya, Leo tidak pernah masuk kamarku" jawab ku padanya.

"Kau tidak seberuntung ku ya? sekarang, bahkan aku tinggal di kamarmu" Candanya padaku.

"Kau berbeda, kau bukan Leo sungguhan, kau bahkan bisa datang kemana pun tempat yang kau mau." nada ku agak kesal karena candaannya. Iya, memang benar, selama Leo hidup, kami tidak pernah sekali pun saling mengunjungi kamar masing-masing, berbeda dengan bayangan Leo ini, dia bukanlah Leo yang nyata, dan dia memang mengikuti ku sejak awal kita bertemu di pemakaman Leo dan berakhir dengan dia yang saat ini menetap dikamar ku.

"Apa kau ingin mampir ke kamar ku?' tanya Leo dengan nada sungkan padaku.

"Untuk apa? Apa kau gila? Mungkin saja kamar mu sudah dibersihkan" jawab ku.

"Aku penasaran dengan isi kamar ku, mungkin aku bisa bernostalgia disana. Mungkin juga kau memang ingin tau." begitulah kata Leo.

Sejujurnya aku memang merindukan suasana bersama Leo yang nyata, aku juga berkeinginan mengunjungi rumahnya. Sejak kepergian Leo, aku sama sekali tak berani mendatangi rumahnya, aku takut jika aku datang kesana, aku malah menderita dengan rasa rinduku pada Leo, aku tak ingin menambahkan kesan haru di keluarganya, makannya aku belum memberanikan diri untuk mendatangi orang tua Leo.

Namun setelah bayangan Leo itu berkata seperti itu, aku merasa benar-benar ingin mengunjungi rumah Leo, aku juga merindukan suasana bersama Leo yang nyata, aku juga ingin bernostalgia dengan kenangan kita, sekali-kali aku juga harus melihat keadaan orang tua Leo, karena bagaimana pun dibanding dengan aku, orang tua Leo adalah orang yang paling menderita dan merasa sedih atas kepergian Leo.

"Baiklah, ayok kita ke rumah mu, nanti saat ulang tahun mu, aku akan mengunjungi orang tua mu, sudah lama juga aku belum bertemu mereka. Mungkin kamu juga merindukan nya, walaupun kamu tidak mengingatnya. bagaimana?" tanya ku pada bayangan Leo.

"Oke!! aku akan mengingatkan mu nanti" Jawabnya begitu.

Sejujurnya aku juga sangat merindukan mu Leo.


Minggu, November 04, 2018

Twenty Four [10]

TWENTY FOUR

-DON'T LEAVE-


“aku penasaran dengan tujuan mu berada disini.” Malam ini aku berjalan pulang bersama bayangan Leo, kami berbicara banyak hal. Aku seperti benar benar sedang bersama Leo, bahkan aku lupa jika seseorang yang berada disamping ku ini hanyalah sesosok bayangan yang berbentuk seperti Leo. “entahlah, mungkin aku tercipta untuk menemanimu” begitulah jawabnya.

“apa mungkin aku melupakan sesuatu saat aku masih hidup? Tapi apa yah, bahkan aku tak mengingat apapun.” Tanya nya dengan nada konyol khas Leo, dia berhasil membuatku tersenyum setiap saat. “kau seperti arwah penasaran.” Jawabku dengan mengejeknya.

Ku pikir ia memang tercipta karena rasa penasaran Leo selama ia hidup seperti dalam film, apa mungkin ia memang terlahir untuk mencari tau kebenaran akan suatu hal? Hanya itulah yang berada di pikiran ku saat itu. Aku tak mengerti dengan keberadaan Leo ini yang datang secara tiba tiba. Aku sedikit bahagia karena ia dapat menggantikan Leo asli yang telah pergi, tetapi sisi lain hati ku merasa sakit jika mengingat bahwa Leo asli sudah tiada.

Aku benar benar memiki sahabat baru yang tak kasat mata. Aku seperti orang gila yang tak jarang selalu berbicara sendiri dihadapan publik normal, namun ini tak mengganggu kenyamanan ku, aku pun sedikit merasa aneh, bagaimana bisa aku merasa nyaman dengan hal gila ini. Aku hanya merasakan keberadaan Leo yang sebenarnya, aku bahkan mengabaikan logika ku yang mencoba menyadarkan ku, namun hati ku benar benar menolaknya.

Aku sangat merasa nyaman didekatnya, karena dengan keberadaannya sekarang dihidup ku, aku dapat merasakan banyak hal yang tak dapat aku rasakan bersama Leo asli. Aku selalu ingin mendengarkan suara Leo bernyanyi, dan pada akhirnya bayangan Leo ini mengabulkan permintaan lama ku itu. Setiap saat aku merasa berada dititik terjenuh ku, ia selalu menghiburku dengan suara khas Leo ditemani nada senar gitar yang ia mainkan. Ia selalu meberikan semangat padaku, ia memberikan kritik yang sangat bermanfaat padaku. Ia menenangkan ku saat aku sedang tak akrab dengan emosionalku. Ia benar benar seperti Leo yang berubah menjadi ibu kedua ku, aku benar benar merasa nyaman didekatnya.

“apa suatu hari kau akan menghilang?” tanya ku pada Leo yang baru saja menyimpan gitarnya di ujung tempat tidur ku. “mungkin aku akan menghilang jika sudah menyelesaikan tugas rahasia ku itu” jawabnya dengan ekspresi muka konyol yang menjadi ciri khasnya. Sudah 6 bulan ia berada disini namun kami masih belum menemukan maksud dari keberadaannya disini. Kami bahkan berlaga seperti detective conan, hanya untuk memastikan apa sebenarnya tugas rahasianya itu.

“apa kau pernah mencintai seorang pria?” pertanyaan tiba tiba itu terlepas dari mulut Leo, “kenapa kau menanyakan itu?” tanya balik ku padanya. Ia tak menjelaskan suatu alasan dari balik pertanyaan itu, ia hanya mengatakan “aku hanya penasaran.”

Selama ini aku pernah beberapa kali mengagumi seorang pria, namun berakhir dengan cerita yang menyakitkan, hingga akhirnya aku benar benar merasakan perasaan yang sangat sulit untuk dihilangkan, bahkan itu bertahan hingga bertahun tahun. Hati kecil ku mengatakan bahwa aku mencintai Leo, namun apa tak akan apa apa jika aku memberitahu perasaan ku ini pada bayangan Leo ini? Aku hanya merasa belum siap mengatakannya, karena ia benar benar sudah ku anggap seperti Leo asli yang sebenarnya sudah tiada.

“apa kau benar benar terlahir sebagai arwah penasaran?” tanya ku dengan sedikit candaan pada Leo. “aku terlahir sebagai manusia tampan” begitulah jaawaban konyol Leo. Aku hanya menjawabnya dengan senyuman ku, ia selalu saja membuatku tersipu malu.

“jika aku memang arwah penasaran, apa aku akan menghilang jika sudah mendapatkan kejelasan dari rasa penasaran itu? Seperti di film film, Apa aku dapat terbangun menjadi manusia hidup lagi? Atau menjadi bibit lain?” Ia hanya bergumam disamping tempat tidur ku, bagaimana aku tidak merasa bingung dengan keberadaannya, bahkan ia sendiri pun tak tau tujuan keberadaannya.

Malam ini adalah hari pergantian tahun, dahulu Leo selalu mengajak ku menonton pesta kembang api bersama di atap rumah nya, kelurganya selalu membakar BBQ untuk merayakan pergantian tahun. Namun malam ini terasa sangat berbeda, ini adalah tahun pertama aku tak merayakan pergantian tahun di rumah Leo sejak kepergin Leo. maka dari itu, aku memutuskan untuk mengajak bayangan Leo ini untuk menonton pesta kembang api di puncak bukit teletubies yang berada di dekat rumah ku.

Ini sudah sangat malam, aku seperti wanita liar yang keluar rumah sendirian di malam hari. Namun tidak, aku tidak sendirian, aku bersama Leo disini. Seperti biasanya aku dan Leo akan menghitung mundur pergantian tahun, tinggal 10 detik menuju hari yang baru.

“10.. 9.. 8.. 7.. 6.. 5.. 4.. 3.. 2.. 1.. Happy New Year!” petasan pun menghiasi langit malam yang indah, suara terompet terdengar di setiap sudut kota, di bubuhkan terangnya citylights yang terlihat megah dari atas bukit ini. Aku benar benar menikmati hari hari bersama bayangan Leo ini. Tahun ini adalah tahun dengan banyak cerita bersama Leo. entah itu Leo asli maupun bayangan Leo. Tahun ini merupakan tempat kesedihan terberatku datang karena kepergian Leo, namun semuanya dengan mudah terobati dengan kedatangnya bayangan Leo ini tepat dihari kepergiannya. Dengan kerasnya suara ledakan petasan dilangit, hatiku memaksa untuk melepaskan seluruh kesedihan yang menyesakan tubuhku. Tanpa ragu dengan keberadaan Leo disamping ku, aku berteriak dengan kencang meluapkan kesedihan ditahun lalu. Aku ingin mengakhiri semua ini, aku harap kau mendengarkan kata terkhirku Leo. “Aku tak ingin kau pergi!”

Kamis, Oktober 04, 2018

Twenty Four [9]

TWENTY FOUR

-I'M NOT A NORMAL-


Sejak kepergian Leo, dihari itu aku mulai melihat bayangan transparan seperti Leo. Ia sangat mirip dengan Leo. semakin hari, bayangan itu semakin terlihat nyata. Bahkan sejak aku mulai berkuliah kembali pun, ia terus mengikutiku. Aku tak merasa takut dengan itu, bahkan aku merasa tak sendirian disini. Ia cukup membantu menyembuhkan depresi ku karena kepergian Leo yang asli.

Setiap harinya aku hanya mengabaikan bayangan Leo itu, walaupun sepertinya ia selalu saja ingin mengajak ku berbicara. Hingga akhinya aku sedang merasa dititik terjenuh ku, aku mencoba untuk menatap bayangan itu, lalu ia berkata “oh? Apa kau dapat melihatku?”. Aku hanya mengangguk ke arahnya. Setelah itu, ia langsung mendekati ku. ia terus bertanya untuk memastikan apakah aku benar dapat melihat dan berkomunikasi dengannya. “ya! Aku dapat melihat mu dan mendengar mu, jadi jelaskan siapa kamu?” tanya ku padanya. “ ia terlihat terkejut mendengar pernyataan ku, “aku Lee Yong Gi, aku melihat namaku dipemakaman waktu itu.” Benar, ia bukanlah Leo, ia hanya bayangan lain Leo, bahkan ia tak mengetahui namanya sendiri. Aku memanfaatkan keadaan ini untuk menghilangkan kejenuhan ku, aku banyak berbincang dengannya. “kau terlihat tak sadarkan diri dipemakaman ku, apa kau saudara ku?” tanya bayangan itu padaku. “berhentilah bersikap seolah kau adalah Yong Gi, aku bukan saudara Leo. aku hanya teman dekatnya, kami berteman sejak SMP. Ia sahabat terbaik ku” jawabku. “Leo itu siapa?” tanyanya kembali. Ia bersikap sangat bodoh, seakan sedang belajar mengenali Leo lebih dalam. Ini sedikit membuat ku kesal, namun juga membantu ku menghilangkan kejenuhan di sini.

Setelah kehilangan Leo, aku lebih sering pulang kerumah, karena aku selalu merindukan semua kenangan ku dengan Leo yang aku simpan rapih di kamar rumah ku. Sebelumnya, aku hanya pulang dua kali dalam sebulan, namun kini aku dapat pulang sakali setiap 3 harinya. Aku tak pulang sendiri, aku ditemani dengan teman banyangan baruku yang selalu saja membututiku. Bahkan kini tak jarang aku mulai mengobrol dengannya, sekali pun itu sedang berada di tempat umum.

Aku mulai sedikit akrab dengan bayangan itu, bahkan aku mulai memanggilnya Leo. aku hanya mesa kasihan, karena dia terus saja beranggapan bahwa dirinya adalah Lee Yong Gi, dan memaksaku untuk memanggilnya dengan panggilan Leo juga seperti aku pada Leo yang asli. Bahkan ketika kami sedang berada di kamar ku, ia berlaga seperti sudah lama mengenalku, ia seperti mengatakan “apa kau ingat foto ini? Ini saat kita bermain bola salju bersama, apa kau tak mengingatnya?” atau “apa kau sedang ingin memakan permen kapas seperti difoto ini? Sepertinya kita harus pergi ke taman bermain sekarang” ia bersikap sangat konyol seperti Leo, ia hanya mengatakan apa yang pernah aku ceritakan padanya, ia terlihat lucu.

Bayangan nya semakin hari semakin jelas, ia bahkan tak terlihat seperti bayangan. Ia banyak membantu ku belakangan ini, bahkan aku menyadari beberapa hal yang semestinya tak terjadi pada bayangan Leo ini. Ia dapat menyentuh barang, berbeda dengan saat pertama kali ia datang yang benar benar seperti bayangan yang tak dapat menyentuh benda. Tak jarang pula ia mengatakan hal benar tentang Leo tanpa aku pernah menyeritakannya, seperti ia mengetahui jika Leo memanggilku “Kambing”, bahkan ia pernah berkata “maafkan aku telah membohongimu”. Aku tak paham dengan wujudnya ini, aku bahkan tak yakin dengan keberadaannya ini.

Semakin banyak hari hari ku lewati bersamanya, semakin banyak juga hal hal tentang persahabantan ku dengan Leo yang aku ceritakannya padanya. Ia seakan tak asing dengan semua ceritanya. Ia juga selalu mengatakan jika ia tak ingin jauh dari ku, maka dari itu aku mengijikannya untuk mengikutiku kecual berhubungan dengan privasi ku. ia makhluk yang cukup penurut, ia juga bersikap asik dan konyol seperti Leo, ia juga berwawasan luas seperti otak pintarnya Leo. aku merasa Leo benar benar sedang bersamaku.

“apa kau masih berpikiran bahwa aku bukanlah Leo?” tanya bayangan Leo padaku, “entahlah, kau hanya datang berwujud bayangan, tapi kau memiliki seluruh sifat Leo, aku tak yakin kau itu siapa” jawab ku. “aku terbangun secara tiba tiba saat pemakaman itu, aku merasakan pusing seperti baru saja terbangun dari tidur. Aku tak mengingat apapun, tapi aku merasakan seperti pernah melakukan banyak hal, tapi aku tak dapat mengingatnya. Apa kau tau, selama kau menceritakan semua tentang kita, aku seperti dejavu. Tapi aku tak bisa memastikan itu benar pernah terjadi atau tidak.” Begitulah kiranya penjelas bayangan Leo padaku, ia seperti serius membicarakannya, aku melihat raut wajah serius yang biasa aku lihat saat Leo sedang membahas hal yang serius. “kenapa kau selalu meminta ku untuk memaafkan mu? Apa kau merasa berbuat salah padaku?” tanya ku untuk memastikan siapa sebenarnya banyangan ini. Bayangan Leo menjawab hal yang tak aku duga sebelumnya, bahkan membuat ku berubah pikiran untuk menganggapnya sebagai bayangan Leo. “aku meninggalkan mu, saat aku berjanji akan menunggu mu” katanya.

Aku tak pernah menceritakan apapun yang terjadi saat hari kepergian Leo, aku hanya menjelaskan momen momen yang tercetak dalam foto foto yang aku pajang di kamarku. Tapi bagaimana bisa ia berkata seperti itu, Leo memang pergi ketika ia telah mengatakan akan menunggu ku saat itu. Bagaimana bisa bayangan Leo ini mengatakan hal itu?

“aku hanya ingin mengatakan itu padamu, itu terlintas begitu saja. Aku seperti telah melukai perasaan mu, dan banyak membohongimu. Bisa kau beritahu aku? Apa kau benar merasa telah dibohongi oleh ku?” tanya bayangan itu padaku. Aku hanya mengalihkan padangan ku darinya, dan menyuruhnya untuk berhenti bertanya. Aku merasa sedikit sakit, karena aku benar benar mengharapkan bayangan ini adalah Leo yang sebenarnya. Namun dibalik itu, aku berpikiran lain karena melihatnya membuat ku tersiksa, ia bukanlah Leo. Aku ingin hidup normal.

Selasa, September 04, 2018

Twenty Four [8]

TWENTY FOUR

-I SEE YOU SEE ME-


Ini baru beberapa minggu aku mulai kembali berkuliah, namun pikiran ku tetap tak tenang terus mengingat keadaan Leo yang semakin membuat ku khawatir. Aku selalu mengatakan pada Leo jika aku ingin sekali pulang, namun ia melarang ku dengan keras dan menyuruh ku untuk fokus kuliah. Hingga suatu hari aku menelpon Leo, “aku akan pulang hari ini, jadi tunggulah, aku akan mengunjungimu, jangan melarang ku!” begitulah kata ku. Saat itu Leo tak melarang ku, ia hanya menjawab “aku tak akan melarang mu kali ini, datang lah! Aku akan menunggu mu, aku yakin kau akan datang.” Begitulah nada baiknya terdengar.

Hari ini aku memiliki jadwal kuliah yang sangat sedikit, jadi aku bisa pulang lebih awal dari biasanya. Selama diperjalanan, aku melakukan video call dengan Leo. Ia banyak bercerita seperti biasanya, aku seperti orang gila yang terus tertawa sendiri karena mendengarkan cerita konyol Leo. kami mengakhiri percakapan beberapa jam sebelum aku sampai di terminal kota ku, Leo terlihat kelelahan hingga akhirnya ia meminta untuk mengakhirinya.  Sesampai di kota, aku pulang terlebih dahulu untuk bertemu keluarga ku. aku beristirahat sejenak di rumah, sebelum akhirnya aku mengunjungi Leo di rumah sakit. Saat aku terdiam di kamar, aku menatap lama foto ku bersama Leo yang aku pajang di meja belajar ku, aku menangis ketika aku mengingat semua kenangan bersama kami. Ia terlihat selalu ceria, tak pernah kenal lelah, bahkan aku tak percaya dengan apa yang terjadi dengannya sekarang.

Aku tak kuat jika terus menangisinya, aku hanya ingin bertemu dengan nya sekarang. Aku pun segera bersiap menuju rumah sakit. sesaat setelah aku menutup pintu rumah ku, aku melihat ibunda Leo yang berdiri di depan pagar rumahku. Aku segera menghapirinya, namun saat aku sampai di depannya, ia terlihat menahan air mata yang akan menetes. Ia dengan sigap memeluk ku sambil menangis, ia bahkan berulang kali meminta maaf padaku, ia mengatakan jika ia telah berbohong kepadaku karena Leo yang memintanya, dan ia memohon pada ku untuk memaafkan Leo. aku pun berulang kali mengatakan “Iya tante, aku memaafkannya. Tenanglah”, namun ia sama sekali tak berhenti menangis dengan tangannya yang terus memeluk ku.

“terima kasih kau telah memaafkan anak ku, sekarang aku mohon kau jangan menangis.” Begitulah katanya saat ia mulai melepaskan tangannya, “Ikhlaskan Yong Gi yang telah pergi, aku sangat memohon” lanjutnya setelah ia sempat behenti sejenak setelah menangis. Aku terdiam membeku saat mendengar kalimat terakhir itu, aku seakan mati rasa saat otak ku mencari maksud dari kata Yong Gi telah pergi.

Tanpa banyak bertanya, air mataku mulai keluar, badan ku terasa sangat lemas, aku terjatuh dihadapan ibunda Leo, aku membeku tanpa kata. Ibunda Leo memeluk ku dengan erat, ia terus mengatakan “kau bejanji untuk tidak menangis, jangan menangis, berhentilah ku mohon” disaat tangisan ku mulai tak terkendali. Aku menangis bukan karena merasakan kesedihan, aku menangis karena sakit hati yang sangat perih yang aku rasakan. Aku tak bisa membuka mulutku untuk mengatakan satu kata pun, aku hanya menangis menahan rasa sakit yang menyesakan dadaku. Aku menangis di pelukan ibunda Leo. Leo membohongiku lagi.

Tepat dihari yang sama, Leo dimakamkan. Aku hanya membeku terdiam di depan pemakaman, ibunda Leo terus menahan ku karena tubuhku sangat lemas. Aku melihat Leo yang mulai dimakamkan, aku tak bisa melihat wajahnya untuk terakhir kali, itu sangat membuat ku sakit. Hari ini aku hanya ingin bertemu dengannya, berbincang dengan nya, bukan melihatnya dimakamkan. Aku seperti hidup namun tak sadarkan diri. “Ini bukan yang aku inginkan” begitulah hati k uterus menggerutu. Saat pemakaman selasai, aku tak langsung meninggal pemakaman. Aku hanya terduduk di samping makam Leo, aku tak percaya nama Leo tertera di nisan itu, membacanya pun sangat membuat hatiku sakit. Tubuhku semakin terasa lemas, penglihatanku mulai kabur, namun tunggu, seseorang yang aku kenal terlihat di samaran penglihatanku, setelah itu aku tak sadarkan diri.

Saat aku terbangun, aku sudah berada di kamar ku. aku merasa sangat pusing, mataku terasa sangat perih. Aku menundukan kepala ku, aku seperti setengah sadar. Saat aku mengangkat kepala ku, aku melihat bayangan transparan, ia terlihat seperti Leo. Aku hanya mengabaikannya, karena aku yakin itu bukanlah Leo.

Ya, saat kecil aku pernah memiliki kemampuan melihat hal ghaib. Namun aku sudah menutupnya sejak aku masuk kelas 4 SD, karena itu membuat ku takut. Setelah itu aku hanya sekali-kali dapat meihat hal seperti itu lagi, namun mereka tak terlihat begitu menyeramkan. Aku tak berpikir yang aku lihat ini adalah Leo, karena aku yakin orang yang telah mati tidak akan hidup kembali.

Semenjak kepergian Leo, aku hanya beristirahat di kamar ku. aku tak banyak melakukan kegiatan, aku juga mengambil cuti kuliah tambahan, bahkan aku tak memiliki nafsu makan. Aku sempat diperiksa oleh psikiater, ia hanya mengatakan bahwa aku mengalami depresi ringan. Aku pikir itu karena kepergian Leo. Aku hanya mengabiskan waktu ku di tempat tidur, aku hanya menatap lagit pagi dan siang di jedela, dan memandangi langit malam yang dihiasi oleh 24 bintang warna warni yang terlihat di jendela kamar ku.

Aku tidak sendirian, bayangan yang mirip dengan Leo itu terus saja menemani ku. Sesekali ia mengajak ku berbicara, namun aku mengabaikannya. Ia terus menemaniku selama ini, aku tak tau pasti ia itu makhluk apa, tapi ia seperti tak asing dengan diriku ini. Aku seperti menjadi gila. 

Sabtu, Agustus 04, 2018

Twenty Four [7]

 TWENTY FOUR

-THE LAST STARS-


“apa hari ini kau luang?” begitulah pesan pembukanya. Saat aku baru saja selesai mata kuliah akhir di hari ini, aku mendapatkan pesan dari Leo.  Ia mengajak ku ke sebuah restoran baru di dekat kampusnya. Ia bilang, jika ia sangat ingin datang kesana, namun tak ada satu pun temannya yang mau diajak olehnya. Yang pada akhirnya aku pun menerima ajakannya itu, karena ini merupakan kali pertama kami bertemu lagi sejak kami mulai lulus ujian masuk kuliah sesuai dengan kampus yang kami inginkan. Sesuai dengan yang diharapkan kami berdua, Leo telah resmi menjadi mahasiswa Sugju Tachnology Institute, dan aku telah resmi menjadi mahasiswa Social and Political Department University.

Tak lama aku menunggu di halte depan kampusku , Leo datang dengan mengendarai motor ranger nya. Ya, ia yang menjemputku, lagian aku tak ingin pergi kesana menggunakan kereta, karena lokasi kampus Leo sangat jauh dari kampus ku. “aku dengar restoran ini sangat unik, tempatnya bertemakan anime jepang” begitulah Leo membuka percakapan kami saat diperjalanan. Leo sangat hafal jika aku menyukai hal hal berbau animasi, bahkan dibandingkan dengan drama korea, aku lebih menyukai anime jepang. Saat sampai di tempat tujuan, kami sangat menikmati suasana dan menu restoran ini, bahkan kami memesan banyak makanan disini. Saat kami tengah asik menyantap pesanan kami, tiba tiba Leo mendapat panggilan entah dari siapa, tapi setelah selesai menjawab panggilan itu, “Mina, maafkan aku, tapi ini sangat mendadak, aku dapat panggilan dari dosen untuk datang ke kampus, beberapa hari lagi aku akan mengikuti International Science and Engineering Fair di Amerika, aku rasa dosen menyuruhku untuk ikut berlatih, jadi maafkan aku. Sebagai gantinya aku yang akan membayar semuanya. Oke byeee”. Dengan note bicara yang cepat ia pun bergegas kembali ke kampusnya dan meninggalkan aku sendiri bersama makanan yang jumlahnya cukup banyak ini. Sejak kami mulai berkuliah, kami tak pernah bertemu seperti ini lagi, karena kami disibukan dengan segala kegiatan yang sangat padat di kampus masing-masing. Ini adalah pertama kalinya kami bertemu lagi, namun pada akhirnya kesibukan tetap memisahkan kita. Aku duduk disini sendirian hingga beberapa menit setelah Leo meninggalkanku, setelah itu aku pun pulang menggunakan kereta. Saat diperjalanan menuju rumah susun ku, aku mendapat pesan dari teman kampus ku, “Mina, apa ini milik mu?” tak hanya itu, ia pun mengirimkan ku sebuah foto binder dengan cover gambar-gambar kecil yang aku buat. “sialan itu binder miliku!!” balas ku, dengan bergegas aku turun di station selanjutnya, untunglah ini belum sampai station tujuan ku, aku pun kembali menaiki kereta menuju ke kampus ku. Aku tak mengerti belakangan ini aku menjadi sangat pelupa, bahkan barang yang sangat penting pun sering aku lupakan.

“Mina!!” teriak seseorang yang sangat kencang yang memanggil namaku datang dari lantai 2 gedung A, sepertinya itu tepat di depan kelas terakhirku tadi. Aku pun segera berlari ke tengah lapang untuk memastikan suara itu, ternyata benar ada Stevi disana, dia memegang binder ku yang ketinggal di kelas terakhir tadi. Saat aku akan berlari mengambil binder itu, Stevi melemparkannya ke tengah lapang. Untung saja aku dengan sigap segera berlari dan mengambil binder ku yang hampir saja menyentuh lapang. “HYAA!! STEVI! APA MAKSUD MU?!” aku berteriak kencang di tengah lapang karena kesal dengan tingkah Stevi yang tiba tiba melemparkan binder ku dari lantai 2. Apa dia gila, ini binder kampus ku, dan ini milik ku, atas dasar apa dia berani melemparkannya begitu saja. Tak lama saat aku menerima binder ku, terdengar suara terompet yang sangat kencang dari arah tempat Stevi berdiri tadi.

“Happy Birthday Mina~ Happy Birthday Mina…” lantunan lagu yang dinyanyikan oleh banyak orang pun mulai terdengar, dan saat itu pun terdapat spanduk besar yang di bentangkan dari lantai 2 gedung A dan gedung D, lapang itu pun dikelilingi oleh spanduk besar dengan tulisan “Happy Birthday, Park Mina” disertai kertas warna warni yang berjatuhan dari dalam spanduk. Tiupan terompet pun semakin banyak terdengar, teriakan “Selamat ulang tahun mina” pun terdengar dari berbagai sudut. Aku tak mengerti dengan perbuatan gila mereka, ini sangat menyentuh perasaan ku. Sebab ini baru tahun pertama aku kenal dengan mereka, tetapi disaat seperti ini, bahkan mereka memberikan kejutan gila yang tak pernah aku duga. Tak sadar aku mulai mengeluarkan air mataku karena terharu, tak lama aku tersedu menangis, mereka yang berada di lantai 2 berteriak “berbaliklah!”. Aku pun berbalik badan, dan ternyata aku melihat Leo yang berada tepat dibelakang ku dengan kue bertulisan “Kambing tua” yang dibawanya. Leo hanya tersenyum saat aku berbalik badan, aku pun mulai menutup wajah jelek ku yang sedang menangis haru. “tiuplah! Ini sangat berat” ucap Leo sambil memberikan kue nya padaku. Kupikir ia memang jahat, tapi apa pun yang terjadi dengannya, ini adalah pertama kalinya Leo memberika kejutan untuk ku dan mengucapkan selamat ulang tahun beserta kue nya. Sangat berbeda sekali dengan ulang tahun ku yang lalu-lalu, ia hanya mengucapkan selamat tanpa memberiku apapun, bahkan tak jarang ia hanya mengucapkan lewat panggilan telephone. Ini gila, ini membuatku semakin jatuh hati, ah tidak aku benar benar dibuat jatuh olehnya.

Malam ini aku diantar pulang oleh Leo. Saat perjalanan menuju rusun ku, Leo berhenti di sebuah tempat yang tepat berada di pinggir tebing. Pemandangan di tempat ini memang terkenal indah, terutama saat malam hari, citylights yang terlihat indah membuat langit malam menjadi semakin sempurna. Saat kami sedang menikmati pemandangan indah ini, tiba tiba Leo memberiku sebuah kotak kecil. “bukalah saat sudah sampai” ucap Leo setelah memberikan ku kotak kecil itu. “ah stiker bintang tahun ini” begitulah ucap hati ku. Saat kami sampai di kamar rusun ku, aku langsung berpamitan dengan Leo, dan akupun tak lupa mengucapkan terimakasih untuk semua kejutan yang baru saja ia berikan. “istirahatlah, kau sudah tua sekarang” begitulah sekiranya candaan dia sebelum akhirnya ia pulang. Ia memang lupa diri, setauku umur ku bahkan lebih muda darinya. Aku pun memasuki kamar ku, belum saja aku duduk di kasur, suara Leo terdengar kembali. “aku melupakan ini” ucapnya dari luar kamar ku. Namun seperti biasa saat aku membuka pintu, Leo tak ada disana, yang ada hanya kotak kecil di bawah pintuku. “apa ini? Kotak lagi?”. Saat ku membuka kotak yang baru saja Leo simpan di depan pintuku, ternyata isinya adalah stiker bintang yang biasa ia berikan pada ku setiap tahunnya. “lalu kotak yang sebelumnya?” aku pun segera membuka kotak yang sebelumnya Leo berikan padaku, aku sangat terkejut saat membuka kotak itu, isinya bukanlah stiker tambahan di tahun ini, melainkan sebuah kalung emas putih dengan liontin berlian berbentuk bintang kecil. Ternyata ini adalah kado pemberian Leo untuk ku, ini adalah kado pertama ku darinya, aku sangat bahagia mendapatkannya.

Saat aku pindah ke kota ini, aku memilih tak mencabut semua stiker bintang yang ada di jendela kamarku. Aku memutuskan untuk membiarkannya menghiasi jendela kamarku disana, jadi stiker yang Leo berikan ini, hanya ku simpan dalam kotaknya untuk kemudian aku bawa pulang kerumah ku dan menempelkannya di jendela kamarku. Aku sangat bahagia hari ini, terutama karna tingkah Leo yang membuat ku merasa sangat terharu. Kurasa besok aku harus benar benar bertemu dan mengucapkan terima kasih padanya.

“ah maafkan aku Mina, hari ini aku sangat sibuk” begitulah kiranya Leo menjawab pesan ku saat aku memintanya untuk menjemputku. Itu sudah sangat lama saat aku ingin berterima kasih padanya. Ini sudah bulan ke 8 sejak aku mendapatkan kejutan dari Leo, namun hingga saat ini aku belum juga berterima kasih padanya. “maafkan aku, seminggu kedepan jadwal ku padat sekali”, “hari ini tak bisa, bisakah lain kali kita bicarakan ini?”, “nanti kuhubungi lagi”, seperti itulah jawabannya saat aku mengajaknya untuk bertemu, terkadang pun ia sama sekali tak menjawab pesan ku. Aku sudah beberapa kali mencoba menelponnya, namun ia selalu saja tak mengangkatnya, kemudian ia mengirim pesan “maafkan aku, kirim pesan saja”. Apa ia sesibuk itu ditempatnya berkuliah? Apa ia sedang sibuk mengikuti perlombaan? Selalu banyak pertanyaan ku tentang Leo yang tiba tiba tanpa kabar seperti ini. Aku sama sekali tak terima jika ia memang benar benar sedang disibukan dengan kegiatan kampusnya, apa yang salah dengan hanya bertemu dengan ku, walaupun hanya berminum kopi di cafĂ© dekat kampusnya saja, mengapa itu pun tak bisa ia lakukan, ini keterlaluan.

Hari ini aku memutuskan untuk pulang kerumah, sudah sangat lama aku tak pulang, aku sangat merindukan keluargaku, dan juga stiker bintang yang menghiasi kamarku. Saat aku sampai dirumah, aku memutuskan untuk masuk kamarku dan menempelkan semua stiker bintang baru yang Leo berikan padaku. Setelah aku beristirahat sejenak, aku bertekad untuk mendatangi rumah Leo. Aku sangat penasaran dengan keberadaannya, jika memang ia tak ada disana, aku hanya akan menceritakan kekesalan ku pada orang tua Leo, karena Leo tak pernah mengabariku lagi.

Tak seperti dugaan ku, rumah Leo seperti kosong tanpa orang didalamnya, aku tak berpikiran mereka pindah rumah, karena aku melihat masih banyak barang barang Leo yang terdapat dihalaman rumahnya. Aku pun mencoba bertanya pada tetangga Leo yang berada di sebrang rumah Leo. “ah mereka? Jam segini mereka belum pulang menjaga nak Yong Gi di rumah sakit. Mungkin sore nanti mereka baru pulang” begitulah jawab bu Sutin tetangga Leo. Aku terkejut mendengar Yong Gi sedang berada di rumah sakit. tak lama dari itu, aku melihat mobil keluarga Leo datang. Ya itu adalah ibu dan bapanya Leo, aku lantas berlari menghampiri mereka dan menanyakan keadaan Leo. mereka menyuruhku untuk masuk terlebih dahulu ke rumah mereka, “Leo kelelahan karena jadwal kampusnya yang sangat padat, ia mengikuti banyak sekali kegiatan disana. Belum lagi ia banyak pulang pergi luar kota untuk mengikuti perlombaan” ucap mereka yang mejelaskan sebab Leo dirawat dirumah sakit. namun saat aku menanyakan alamat tempat Leo berada, mereka menyarankan ku untuk tak mengunjunginya sementara waktu karena Leo membutuhkan waktu istirahat full. Tanpa basa basi lebih panjang pun akhirnya aku mendengarkan mereka untuk tidak menghampiri Leo.

Aku merasa sangat kesal dengan semua kegiatan di kampus Leo, dibalik itu aku pun merasa bersalah pada Leo karena aku kurang mengerti dan memperhatikan kesehatannya. Tanpa berpikir panjang, saat aku kembali ke kota ku berkuliah, aku menghampiri Calvin, salah satu sahabat Leo yang aku kenal disana. Saat kami bertemu, aku banyak memarahi dia bahkan sebelum dia menjelaskan satu katapun. Hingga akhirnya ia memegang pundak ku, dan mengatakan “Yong Gi mengambil cuti 1 tahun sejak 7 bulan yang lalu”. Aku benar benar terkejut dengan apa yang dikatakan olehnya, aku langsung menanyakan alasan dibalik Leo mengambil cuti kuliah, aku bahkan tak percaya orang sepintar Leo untuk apa mengambil cuti kuliah.

“Yong Gi mengambil cuti sejak 7 bulan lalu, dan mulai melakukan pengobatan di California. Bagaimana bisa kau tak mengetahuinya? Ia mengidap acute myelogenous leukemia sejak masuk kuliah.” Aku sangat tak percaya dengan semua perkataan teman Leo ini, pasalnya Leo tak pernah mengatakan apapun tentang penyakit itu padaku. “lalu bagaimana perlombaannya di International Science and Engineering Fair? Orang tuanya bilang padaku ia sakit karena mengikuti banyak perlombaan” tanya ku dengan sangat kebingungan dengan pernyataan orang tua Leo yang jelas jelas sangat berbeda dengan pernyataan sahabat Leo yang satu ini. “kapan Yong Gi mengatakan itu padamu? Awalnya Yong Gi memang terpilih menjadi kandidat perlombaan, namun dia langsung menolaknya. Dan ia tak pernah mengikuti perlombaan sejak saat itu.” Aku benar benar hancur merasa sangat kecewa dengan semua kebohongan yang aku dapatkan dari Leo bahkan kedua orang tuanya. Tak tanggung tanggung, saat disitu pula aku menelpon Leo dengan meminjam handphone milik sahabat Leo ini. Seperti dugaan ku, Leo hanya tidak menerima panggilan dari nomor ku, terbukti dengan Leo langsung mengangkat panggilan masuk dari nomor milik Calvin ini.

“APA KAU GILA?! KAU BAHKAN TAK MENERIMA PANGGILAN MASUK KU, KAU JUGA MENGABAIKAN PESAN KU, SEKARANG KAU MEMBOHONGIKU DAN TIDAK MEMBERITAHU KU TENTANG LEUKEMIA YANG KAU DERITA?!” tanpa ucapan halus aku langsung membentaknya dengan nada tinggi, aku sangat kecewa dengan kejadian ini. “apa kau mau menemuiku?” jawab Leo dengan nada lemah pada ku. Aku merasa sangat khawatir dengan keadaannya, ia terdengar benar benar sangat tak berdaya. Setelah itu aku langsung pulang ke kota tempat tinggal ku, dan segara menuju rumah sakit tempat Leo dirawat.

Ini sudah hampir 2 minggu aku berada dirumah, aku disini hanya untuk menemani Leo yang masih dirawat di Cungha Hospital yang berada dikotaku. Semakin hari ia semakin mengecil, tenaganya pun terlihat melemah. Sejak aku mengetahui keberadaannya, aku langsung kemari dan memilih untuk mengambil cuti kuliah beberapa minggu. Aku benar benar tak bisa meninggalkan Leo yang semakin tak berdaya ini. “aku harus melakukan kemoterapi di Stanford Clinic and Hospital di California untuk beberapa kali pertemuan dalam 3 bulan, setelah itu aku mulai dirawat dirumah sakit ini. karena penyembuhan disana memakan biaya yang sangat mahal” ucap Leo saat kami sedang asik berbincang di malam hari tepat di taman rumah sakit. “apa itu alasannya kau selalu menolak ajakan ku?” tanya ku pada Leo, kemudian ia hanya mengangguk menandakan bahwa benar itu semua adalah alasan dibalik Leo selalu menolak ajakan ku untuk bertemu saat itu.

“ah aku ingin memberikan ini lebih awal. Ini sudah tahun ke 2 kita berkuliah. Ah tidak, bukan aku, tapi kamu. Hahaha” candaan Leo masih dapat ia lakukan walau keadaannya sudah sangat tak berdaya, ia pun memberikan ku sebuah kotak kecil. Ah ini bukan kotak asing lagi, ini adalah 3 stiker bintang setiap 1 tahun sekali. Kami pun menatap bulan yang sangat terang malam ini.

“kembalilah kuliah, aku tak akan membohongimu lagi. Sekarang aku akan selalu mengabarimu, walaupun hanya sebuah pesan singkat” ucap Leo dengan sedikit nada bentakan padaku. Aku hanya berbalik dan tersenyum kepadanya. Bukannya aku tak mau kembali berkuliah, aku hanya tak mau dibohongi dan dihindari olehnya lagi. itu sangat menyakitkan, Leo.

Sabtu, Juli 07, 2018

Twenty Four [6]

 TWENTY FOUR

-CALIFORNIA-


“Apa kau memiliki hadiah untuk ku? Seharusnya kau memberikan 2 padaku” tanya Leo padaku saat kami sedang bersantai di CafĂ© Toffe depan sekolah Leo. Hari ini tepat upacara kelulusan kami, kami tidak saling datang menemani upacara kelulusan, karena jadwal acaranya yang saling bentrok. Kami hanya bertemu setelah acara selesai, dan memutuskan untuk bersantai di CafĂ© ini. Seperti biasanya, sesuai dengan dugaan ku, Leo lulus dengan nilai tertinggi di sekolahnya ia pun mendapatkan beasiswa di Sugju Technology Institute, berbeda dengan ku yang hanya berada di peringkat 24 tingkat sekolah ku.

Seperti biasanya, saat lulus dengan nilai sempurna, Leo akan meminta hadiah dari ku. Tidak hanya itu, ia juga meminta kado ulang tahun pada ku, karena 3 hari setelah kelulusan ini adalah hari ulang tahunnya. “aku akan sangat boros jika kamu terus mendapat nilai sempurna, dan ulang tahun mu masih berada di 3 hari kedepan” jawab ku padanya. Tanpa disangka, ia hanya menjawab dengan senyuman tanpa memaksaku seperti biasanya. “besok aku akan pergi ke California” aku sangat terkejut saat Leo mengatakan itu. “Apa?! Untuk apa? Apa kau akan melajutkan kuliah disana? Bukankah kau bilang jika kau mendapatkan beasiswa di Sugju Technology Institute?” tanya ku pada nya. “ah tidak, aku hanya pergi selama 2 minggu, jadi bisakah aku meminta kado ulang tahun ku sekarang? Karena nanti saat hari ulang tahun ku, aku tidak ada disini. Hahaha kenapa kau begitu terkejut? Aku akan tetap mengambil beasiswa itu” jawab Leo dengan santainya, ditambah candaan konyol yang sangat tak lucu menurut ku. Ia baru saja membuat ku takut, aku takut jika ia memang benar akan bersekolah di luar negeri, karena kita akan berada di jarak yang sangat jauh. “aku tidak terkejut, hanya saja itu sangat mendadak. Kalo begitu ikut aku sekarang, aku akan membelikan mu sebuah kado” jawab ku dengan mencoba bersikap dingin padanya, “benarkah? Sekarang? Oke kita berangkat sekarang” jawab Leo dengan ekspresi yang sangat bersemangat. Aku tidak tahu untuk apa besok ia pergi kesana, tapi perasaan ku sangat tidak enak, aku sangat ketakutan.

“aku menyukai ini, warna nya bagus dan modelnya pun keren. Aku membeli gitar ini dengan uang tabungan ku selama 6 tahun, jadi terimalah ini sebagai hadiah uang tahun dan nilai sempurna mu. Kau tau? Gitar ini kelewat mahal!” seru ku pada Leo saat baru saja aku membeli sebuah gitar akustik electrik yang harganya menurut ku sangat mahal. “waw ini keren, selera mu oke juga, kurasa kau memang menyukai ku. Hahahah” sahut Leo saat menerima gitar dari ku, tertawa dengan candaan yang membuat ku tersipu malu, yah seperti itulah Leo.

Saat diperjalanan pulang Leo mendapatkan panggilan telephone, aku tak tau itu siapa, tapi Leo mengangkatnya di tempat yang cukup jauh dari posisi ku. Aku sangat penasaran dengan si penelphone. Aku mendengar samar samar percakapannya, Leo seperti berbicara dengan bahasa inggris, dan ia menyebutkan nama Anggie. Aku merasa sedikit cemburu, aku rasa itu adalah nama seorang wanita. “besok aku akan berangkat jam 8 pagi” ucap Leo saat menghampiri ku setelah menerima panggilan tadi. Aku tak dapat mengatakan apapun, aku hanya mengangguk dan lanjut berjalan pulang. Aku kembali seperti biasa, masuk pintu rumah tanpa berpamitan dengan Leo. Aku merasa cemburu dengan kejadian tadi, aku selalu bertanya tanya untuk apa ia pergi? Apa ia akan bertemu seorang wanita disana? Apa ia memiliki kekasih disana? Aku rasa jika itu memang benar, wanita itu adalah wanita yang sangat cantik dan cerdas, tak seperti ku. Sangat banyak hal negative yang mengelilingi pikiran ku saat ini, aku merasa takut.

Pagi ini aku bergegas pergi ke bandara, entah mengapa saat semalam aku berpikiran untuk menghampiri Leo, entah apa yang akan ku lakukan, aku hanya ingin menemuinya. Aku berlari secepat yang ku bisa, aku tiba di bandara 1 jam lebih awal dari jadwal penerbangan Leo. Tak lama setelah aku sampai, aku melihat Leo sedang berdiri sambil memaikan hp nya. Aku tak bisa menghampirinya, aku hanya terdiam diposisi ku yang cukup jauh dari posisi Leo berada. Tak lama dari itu aku mendapat panggilan telepon dari Leo, aku mengangkatnya dengan posisi berdiri sambil mengarahkan pandangan ku pada Leo. “apa yang sedang kau lakukan?” tanya Leo saat aku baru saja mengangkat panggilannya, “ah aku sedang bediam saja, apa kau sedang berada di bandara?” tanya balik ku padanya. “ya, aku akan memasuki boarding room sekarang” jawab Leo, “ah baiklah, hati hati diperjalanan” jawab ku, dan setelah ia berpamitan, ia langsung menutup teleponya. Aku melihatnya mulai masuk ke pemeriksaan barang, ia membawa 1 koper dan tas gitar yang aku berikan padanya kemarin, setelah itu ia mulai menuju boarding room. Aku tak tau apa yang terjadi, tapi aku benar benar tak dapat menghampirinya tadi. Aku hanya terus merasa takut dengan kegiatannya disana.

“Yong Gi!! Happy Birthday, kurasa kau memang nyaman berada disana, kau sama sekali tak mengabarkan ku. Hari ini adalah hari ulang tahun mu, apa kau merayakannya disana? Aku sangat iri dengan mu, kau bahkan liburan di tempat yang keren. Saat aku ulang tahun nanti, berikan aku kado untuk pertama kalinya! Aku ingin pergi ke sana juga!! Kau memang manusia licik. Cepatlah pulang! Kau harus mengurus beasiswa mu di tempat kuliah mu.” Pagi ini di hari ulang tahun Leo, aku hanya mengirimnya pesan ucapan selamat ulang tahun tanpa bisa bertemu seperti biasanya. Ini adalah hari ke 3 Leo berada di California, aku semakin khawatir karena sejak pemberangkatannya hingga hari ini, ia tak mengirim pesan atau panggilan telephone padaku.

Aku terus menunggu jawaban darinya. Hingga tepat 1 minggu Leo berangkat, aku menerima paket kiriman dari luar negeri, aku melihat nama Lee Yong Gi di alamat pengirimnya, saat aku akan membukanya, aku mendapatkan panggilan masuk dari nomor yang tak aku kenal, saat aku mengangkatnya “Kambing Mina!! Datanglah kesini! Aku sudah mengirim mu paket, didalamnya ada tiket pesawat menuju California, kau hanya perlu menyiapkan yang lainnya, pemberangkatannya 2 hari lagi. Apa kau sudah menerima paketnya?” aku kenal suara ini, ini adalah suara Leo. Bergegas aku membuka paket kiriman yang baru saja aku terima, dan ternyata benar, isinya adalah sebuah jaket lembut dengan e-tiket penerbangan California di atasnya. “apa ini? Dari mana kau tau identitas ku?” tanya ku pada Leo, “ah maafkan aku, aku menerimanya dari orang tua mu, hehe. Mereka sudah tau jika aku memberikan mu tiket penerbangan kesini, dan mereka sudah mengijinkannya” jawab Leo yang lantas membuat ku terkejut, karena ternyata orang tua ku mengetahui semua ini.

Ternyata benar, orang tua ku sudah memberikan ijin kepada Leo untuk mengajak ku pergi menyusulnya. Hari ini adalah jadwal penerbangan ku, aku berangkat seorang diri, dan Leo baru saja memberitahu ku bahwa ia akan menjemputku di bandara. Aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, ini terjadi sangat tiba-tiba. Perjalannanya cukup lama, aku merasa kesepian di pesawat, aku hanya tertidur saat penerbangan. Saat aku tiba di bandara Internasional Los Angeles, aku menelpon Leo yang akan menjemputku. Ternyata Leo sudah berada di bandara sejak setengah jam yang lalu. Aku merasa sangat lega melihat keadaanya yang baik baik saja, kurasa dia memang bahagia berada disini. Saat diperjalanan menuju tempat yang akan aku tinggalkan nanti, aku bertanya satu hal pada Leo. “apa yang salah dengan mu? Kau bahkan membelikan ku tiket untuk menyusulmu, apa kau kesepian? Kau merindukan ku?” tanya ku. “mungkin itu karna aku sedikit merasa bersalah karena tak pernah memberi mu kado ulang tahun” tanpa basa basi seperti biasanya, Leo hanya menjawab singkat dan jelas pertanyaan ku.  Aku sangat merasa canggung, karena percakapan ku dengan Leo tak biasanya seperti itu. Saat sampai di sebuah apartemen, aku diajak Leo untuk menaiki lift menuju lantai 24. Disana aku diajak memasuki kamar apartemen, ternyata itu adalah kamar Anggie, wanita yang pernah berbicara dengan Leo saat itu. Aku sontak terkejut saat mengetahui Leo tinggal disini selama berada di California, karena aku pikir Anggie adalah kekasih Leo. Saat aku bertanya tentang klarifikasi mengenai wanita bernama Anggie ini, tenyata Leo menjawab dengan tawaan, “hahaha secerdas apapun wanita ini, kurasa jika sekalipun ia bukan kaka sepupu ku, aku tidak akan mau dengan nya” tutur Leo memberikan Klarifikasi tentang wanita ini.

Hari ini adalah hari ke 2 aku berada disini, suasanya memang sangat nyaman, aku tinggal di kamar apartemen milik Anggie bersama dengan Leo. Aku benar benar merasa seperti seorang adik yang sedang menginap di kamar kakanya, Anggie sangat memperlakukan ku seperti adik kecilnya. Hari ini Leo mengajak ku bermain ke suatu tempat, ia tak memberi tahu ku nama tempatnya, ia hanya mengatakan “bersenang senanglah hari ini”.

“ada banyak permen kapas yang unik di tempat ini, kau pasti menyukainya” tutur Leo saat kami baru saja sampai di gerbang masuk Disneyland California. Aku semakin tak mengerti dengan kelakuannya ini, ia memberiku tiket pesawat dan menyuruhku menyusulnya ke sini, kemudian ia mengajak ku ke Disneyland ini, aku rasa uang yang ia keluarkan lebih banyak dari harga gitar yang aku berikan padanya.

Kami menghabiskan waktu hari ini untuk menikmati semua wahana disini. Kami bahkan banyak membeli stuff Disneyland yang unik-unik, tak sedikit kita membeli barang couple sebagai tanda persahabatan kita. Aku merasa sangat bahagia hari ini, bahkan Leo membelikan ku berbagai jenis permen kapas yang berada disini. Saat malam tiba, Leo mengajak ku untuk segera pulang. Ia terlihat begitu kelelahan hari ini, dan tanpa pergi ke tempat lain lagi, kita bergegas kembali ke apartemen.

Setiap pagi Leo selalu mengajak ku lari pagi mengelilingi daerah dekat apartemen, saat siang hari tak jarang Leo mengaj ku bersantai di café atau makan siang di restoran. Namun saat malam tiba, mungkin hanya 2 kali Leo mengajak ku keluar apartemen, itu pun hanya untuk membeli persediaan makanan. Padahal selama aku tinggal disini, aku sangat tertarik mengelilingi kota malam California yang sangat indah jika aku tengok di jendela kamarku. Namun saat malam hari, tak jarang aku mendengar Leo memainkan gitar sambil bernyanyi di kamarnya. Suara terdengar lembut seperti biasanya, aku sangat menyukai suara itu.

Malam ini adalah malam terakhir ku berada di sini, ini sudah hari ke 5 aku tinggal di California. Karena aku sangat penasaran, aku berniat mengajak Leo untuk sekali saja keluar apartemen untuk berjalan-jalan. Aku mengetuk kamarnya, saat ku buka pintu kamarnya ia sedang memainkan gitar pemberian ku. “ada apa? Tumben sekali kau mengetuk kamar ku” tanya Leo padaku, “aku ingin melihat indahnya malam di tempat ini, ini adalah malam terakhir ku” ajak ku pada Leo untuk pergi keluar apartemen. Terdengar suara Anggie yang tiba tiba masuk ke kamar Leo, dan mengatakan “ini sudah malam, Leo harus beristirahat. Lagian kalian besok sudah harus pulang, lebih baik bersiaplah”. Nadanya sedikit seperti sangat melarang ku untuk mengajak Leo keluar untuk berjalan jalan, aku sangat takut karena melakukan kesalahan.

“ikutlah dengan ku” ucap Leo sambil menarik ku dari kamar dan keluar dari kamar apartemen. Ternyata ia mengajak ku ke atap apartemen ini, ia menyuruh ku hanya melihat keindahan kota dari atas sini, dan memberitahu ku jika ia tak bisa berjalan jalan saat malam hari. Saat ku bertanya mengapa, ia hanya menjawab “ini waktunya beristirahat”.

Pagi ini kami akan berangkat pulang, kami diantar oleh Anggie hingga bandara. Selama diperjalanan, Anggie selalu mengatakan “jaga Yong Gi dengan baik” pada ku. Aku tak paham dengan maksud perkataannya itu, bahkan saat kami akan memasuki pesawat, Anggie memelukku dan berbisik “aku percaya dengan mu Mina”. Saat dipesawat, aku menanyakan semua hal yang membuat ku bingung itu kepada Leo, dan Leo hanya menjawab dengan candaannya seperti biasa, “kau memang harus menjaga ku, kau lebih berani dari ku. Ia hanya takut aku menghilang suatu saat... jadi kau tak boleh jauh dari ku, jika sekali pun jauh, kau akan sangat merindukanku. Hahaha.” Aku merasa bingung dengan apa yang harus aku lakukan.

Senin, Juni 04, 2018

Twenty Four [5]

 TWENTY FOUR

-MORE THAN FRIEND-


“setelah lulus nanti, kau akan melanjutkan kemana?”, “aku ingin mencoba ujian masuk Social and Political Department University”, “ahh.. apa kau yakin akan mencoba merantau ke luar kota?”, “aku tak akan merasakannya jika aku tak mencobanya”, “baiklah aku akan pergi ke kota yang sama”, “kau?”, “aku akan coba masuk Sugju Technology Institute. Ahh tidak, aku pasti akan masuk.” Seperti itulah sekiranya saat kita membicarakan kampus yang akan kita tuju.

Bulan ini kami sudah memasuki semester akhir di tahun ketiga, tak terasa kita akan melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Seperti yang sudah Leo katakan, ia akan melanjutkan ke Sugju Technology Institute, kampus itu adalah salah satu kampus terbaik di dunia. Sudah tak diragukan lagi, Leo pasti akan lolos ujian masuk dengan lancar. Tidak seperti aku, yang bahkan masih merasa tak yakin untuk mengikuti ujian masuk sekolah swasta Social and Political Departement University, dimana kampus ini bukanlah kampus terkenal di dunia. Ya, otak ku memang tak secerdas Leo, bahkan aku tak hanya ingin memiliki Leo, aku ingin memiliki otaknya juga, agar aku tak merasa takut lagi saat sedang berhadapan dengan segala ujian.

Hari ini adalah hari libur nasional, aku dan Leo memutuskan untuk pergi bersama ke taman bermain. Happy Fantasy, adalah taman bermain terbesar di Negara ku. Ini bukan pertama kalinya aku dan Leo bermain bersama ke tempat ini. Biasanya jika kita bermain disini, kita akan terus bermain hingga malam tiba, setelah itu kita akan pulang melewati Gangwon River, dan kita akan menikmati pesta kembang api disana. Tapi hari ini ada sedikit yang berbeda dari biasanya, ya aku bermain bersama Leo dengan perasaan suka ku yang tersimpan rapi di dalam hati ku, alhasil aku merasa sangat senang dan tak sabar untuk bertemu Leo. Pagi ini Leo datang kerumah ku, kita berangkat bersama menggunakan kereta. Saat sampai disana, seperti biasanya kita berdua langsung berlari menaiki wahana-wahana ekstrem. Aku dan Leo memang sama-sama menyukai segala tantangan, bahkan saat bermain ke tempat ini, tujuan utama kita adalah permainan-permainan ekstrem. Aku dan Leo sangat bersenang-senang disini, bahkan tanggal ujian yang sebentar lagi akan dilaksanakan pun lupa seketika.

“tunggu disini, aku mau beli minuman” tutur Leo padaku dengan menyuruh ku duduk di bangku dekat kolam ikan. Tak lama kemudian Leo datang membawa 2 minuman dingin dengan 1 permen kapas ditangan nya. Saat didepan ku, ia meberikan 1 minuman dan permen kapasnya padaku. “ternyata keu masih mengingatnya” kataku sambil menerima minuman dan permen kapas dari Leo. Sepertinya Leo memang masih mengingatnya, aku memang sangat menyukai permen kapas yang berada di taman bermain, memang agak aneh, tapi aku tidak terlalu tertarik dengan permen kapas ditempat lain, aku hanya ingin makan permen kapas ditempat bermain, aku rasa ada feelnya tersendiri.

“apa kau mau melihat sesuatu? Manusia tampan ini akan menarik perhatian semua orang disini. Mungkin juga kau akan ikut tertarik” tanya Leo pada ku dengan tiba tiba, belum sempat aku menjawab Leo sudah beranjak dari tempat duduknya, ia berjalan menuju seseorang pria yang sedang bermain gitar sambil duduk di pinggir air mancur. Aku melihat Leo dari kejauhan sedang berbicara dengan pria yang sedang duduk di samping air mancur itu, tak lama dari itu si pria meberikan gitarnya pada Leo. Leo yang baru saja menerima gitar itu, langsung duduk disamping si pria tersebut. “apakah ia sedang menyanyikan sesuatu?” dalam hatiku bertanya sambil memperhatikan Leo yang sedang bermain gitar disana. Aku semakin penasaran dengan banyaknya orang yang tiba tiba berhenti berjalan untuk menonton Leo yang sedang memainkan gitar, aku lantas menghampiri tempat itu.

“Neujeun bam sure chwihan.. ni moksori mwonga.. seulpeun iri isseossna bwa..~” aku kenal suara merdu yang lembut ini, suara cirikhasnya menggambarkan bahwa seseorang yang bernyanyi ini adalah seorang pria tampan, ya benar ini adalah suara Leo yang sedang menyanyikan salah satu lagu terkenal Best Friend-iKon. Aku benar benar merindukan suara ini, sudah sangat lama saat kita berpisah sekolah dan tak lagi bersantai di sanggar tari sambil mendengarkan Leo bernyanyi menggunakan gitarnya. Sepertinya memang sejak dulu, aku sudah merasa nyaman saat mendengar suara merdunya Leo, namun aku tak menyadari itu, aku memang bodoh.

Seperti yang Leo katakan, ia akan menarik perhatian orang-orang di tempat ini. Benar saja, baru saja Leo mulai bernyanyi sudah banyak orang yang mengelilinginya dan ikut bernyanyi bersama. Aku benar benar merasa nyaman mendengar Leo bernyanyi dengan senyuman manisnya itu, ia terlihat sangat menikmati kegiatannya itu. Saat Leo sudah menyelesaikan konser tunggalnya, ia memberikan salam dan terima kasih kepada semua orang yang telah menonton, dan ia memohon agar siapapun yang sudah menontonnya hendak memberikan sedikit uang untuk dimasukan ke kotak yang ada di depan Leo berdiri, Semua orang yang menonton bertepuk tangan dengan meriah dan lalu memasukan sedikit uang mereka kedalam kotak itu. “pak, ini kotaknya dan ini gitarnya, terima kasih ya pak” dengarku Leo berbicara dengan seorang pria pemilik gitar itu, Leo mengembalikan gitarnya dan memberikan semua uang yang telah penonton berikan kepada pria itu.

“ahh memang aku terlahir sebagai pria langka di dunia ini, tampan, cerdas, pandai bernyanyi dan bermain alat music, wanita mana yang tak tertarik pada Lee Yong Gi ini?” seperti biasa, Leo membanggakan dirinya di depan ku. Aku hanya tersenyum sekejap dan berbalik badan. “maka dari itu, aku tertarik padamu Leo” sahut ku dalam hati sambil tersenyum membelakangi Leo. “langit sudah mulai gelap, apa kita akan berangkat sekarang?” tanya ku pada Leo, “apa kau benar benar sangat menyukai permen kapas yang dimakan saat berada di taman bermain?” pertanyaan balik Leo yang terdengar begitu aneh, itu membuat ku bingung dengan apa alasannya Leo menanyakan hal seperti itu padaku, padahal sejak dulu ia mulai mengetahuinya ia sama sekali tak menanyakannya. “aku hanya merasakan feel yang lebih sweet dari biasanya, itu membuat ku semakin jatuh cinta dengan suasana bahagia saat aku memakan permen kapas dan bermain ditaman bermain” jawabku sambil mulai berjalan menuju pintu keluar. Leo yang ikut menyusulku langsung mengatakan hal yang tak aku duga “kalo begitu, suatu saat setelah aku lulus menjadi seorang insinyur teknik, aku akan membangun taman bermain yang sangat besar dan megah, lalu aku akan membuka toko permen kapas di setiap sudut taman bermain itu. Kau harus sering sering datang bermain ya, agar pendapatanku bertambah banyak. Hahaha” seperti biasanya, ia membuat ku jatuh hati dan kemudian kembali manambahkan lelucon di akhir kalimat manisnya itu.

Saat kami sampai di Gangwon River, kami duduk di tempat berumput di pinggir sungai. Pemandangan kembang api dari tempat itu memang yang paling jelas, ditambah bayangan kembang api yang terpantul di sungai Gangwon yang semakin menambah kesan romantis saat menonton pesta kembang api. Aku hanya berpikir ingin selalu seperti ini dengan Leo, biarkan aku tak menyampaikan perasaan ku padanya, asalkan kita akan tetap seperti ini. Walau saat ini kau hanya menganggap ku sebagai teman, aku yakin jika kita terus melakukan hal seperti ini, suatu saat kau akan merasakan perasaan yang sama dengan ku. Aku yakin, suatu saat kau akan menjadi milik ku, Leo.

Saat acara pesta kembang api selesai, kita bergegas pulang karena waktu sudah larut malam. Saat ku sudah berpamitan pada Leo dan hendak memasuki kamar ku, Leo berteriak dari depan rumah ku “Mina!! Turunlah!!”. Setelah itu aku langsung turun kembali dan membuka pintu masuk rumah ku, tak ada Leo disana, yang ada hanyalah kotak kecil yang biasa Leo berikan pada ku setiap 1 tahun sekali, kurasa tadi ia lupa memberikannya.

Saat aku hendak tidur, aku menempelkan stiker-stiker bintang yang baru saja Leo berikan padaku. Setelah itu aku mencoba menelpon Leo, namun belum sempat aku mencari kontak Leo, aku mendapatkan panggilan masuk dari Leo, aku pun langsung menganggkatnya. “hya.. kau belum tidur?” tanya Leo pada ku, “ah baru saja aku akan pergi tidur” jawabku padanya walaupun sebenarnya aku sama sekali belum bersiap untuk tertidur. “ah begitu? Baiklah maafkan aku mengganggu, silahkan tidur” Leo pun kembali menjawab dengan nada yang aga khawatir menggangguku, sontak aku pun langsung memotong pembicaraannya itu “ahh tidak, aku belum mengantuk!! Ada apa kau menelpon ku?” aku menjadi labil karena tak ingin mengakhiri pembicaraan ini. “ah tidak, aku hanya ingin berterima kasih sudah menemaniku bermain hari ini, bukankah ini sangat melelahkan? Hahah” sahut Leo, aku merasa senang karna ia pun terdengar begitu senang dengan kegiatan hari ini. “apa kau sudah menerima kotak itu?” Leo kembali bertanya padaku untuk memastikan kotaknya sudah aku terima atau belum. “ya, aku sudah menempelkannya di jendela kamar ku. Kau begitu rajin yah, ini sudah 6 tahun kita berteman. Aku sudah menempelkan 18 bintang di jendela ku, ini menjadi terlihat indah jika dilihat saat malam hari” jawab ku padanya sambil menatap jendela ku yang begitu banyak tempelan stiker bintang yang menghiasi langit malamku.

“syukurlah itu berguna, ah Mina apa suara ku terdengar bagus?” tanya Leo dengan tiba tiba, tanpa sadar aku menjawab dengan jujur “Ya”. Aku merasa malu saat menyadari itu, aku langsung menutup mulutku karena aku takut Leo menyadari jika aku sangat menyukai suaranya. “ah kalo begitu ayo kita bermain musik lagi seperti dulu saat SMP, kupikir gerakan tari mu yang sekarang menjadi lebih keren dari masa SMP” ajaknya padaku yang membuat ku tersenyum sendiri. Ku pikir, aku pun ingin seperti itu lagi, mendengar suara mu setiap saat, mendengar suara merdu dan lembutmu saat bernyanyi, aku tak peduli itu dimana pun dan kapan pun, bahkan jika hanya lewat panggilan telepon, aku hanya ingin mendengar suara mu seperti ini. Tapi, aku tak mampu mengatakannya.

Jumat, Mei 04, 2018

Twenty Four [4]

 TWENTY FOUR

-THAT'S RIGHT, I LIKE YOU-


“tuuttt…tuutt…” suara handphone ku membuat ku terbangun sangat pagi hari ini, “oh telephone?” kata ku saat aku baru saja terbangun dengan setengah sadar ku. “Kambingggg!!!”, suara itu sangat ku kenal, Leo. Untuk apa ia menelephone ku pagi ini, kurasa ia akan menjahili ku lagi. “kampret! Ini masih pagi tolong… kalo mau jahil liat waktu dong.” Jawabku dengan sedikit nada tinggi memarahi Leo. “Apa kau lupa sekarang aku akan mengikuti olimpiade?” Tanya Leo pada ku dengan nada yang rendah tak seperti biasanya. “Ucapkan semangat pada sahabat cerdas dan tampan mu ini! Apa kau tak mengharapkan aku menang? Setidaknya ucapkan semangat untuk ku, jika kau sama sekali tak bisa datang melihatnya.” Pinta Leo padaku dengan nada yang aga tinggi, sepeti balik memarahi ku. “ah aku lupa, bahkan malam itu aku lupa mengucapkan semangat secara langsung untuknya” hati ku sedikit menggerutu merasa sangat bersalah karena melupakan sesuatu pada malam itu. “oh aku lupa, apa ini sudah waktunya kau mengikuti olimpiade? Kau tak memintaku untuk datang melihatnya. Sepagi inikah kau mulai berlomba? Lomba macam apa ini?” jawabku pada Leo, “ahh… semangatlah, aku tau kau memang memiliki otak yang gila, jika kau menang di olimpiade ini, aku akan menyetujuimu sebagai Albert Einstein generasi muda, pulanglah membawa piala kemenangan. Jangan kau buat terbangunnya aku di waktu sepagi ini menjadi sia sia. Paham kau?” lanjutku memberikan semangat untuk Leo. Aku tak pandai merengkai kata penyemangat, ku harap ia benar benar bersemangat hari ini, bahkan aku sangat berharap ia akan menjadi juaranya.

“tunggu saja.” Jawab Leo yang sangat singkat dan langsung mematikan telephonenya. Mengapa ia begitu aneh, mungkin hanya ada satu manusia di dunia ini yang seperti dia. Setelah telephone dari Leo tadi, aku tak bisa tertidur lagi, ini masih terlalu pagi untuk aku bersiap berangkat sekolah, bahkan langit masih begitu gelap. Aku memutuskan untuk bermain di halaman rumah ku sambil menunggu waktunya untuk bersiap pergi ke sekolah. Saat ku membuka pintu rumah ku, aku melihat kotak kecil yang berada di depan pintu masuk rumah ku. “ah ini dari Leo.” Ya, kotak itu adalah pemberian Leo. Semenjak kita berteman saat masih berada di tingkat pertama SMP, setiap 1 tahun sekali, dia akan memberikan kotak kecil yang berisikan 3 stiker 3D berbentuk bintang berwarna warni. Ini adalah kotak ke 4 yang Leo berikan padaku, ia bilang bintang itu adalah semangat yang ia berikan padaku sebagai sahabat terbaik ku. Aku tak mengerti dengan begitu banyak hal konyol yang ia lakukan, aku hanya menyimpan kotaknya dan menempelkan stiker stiker bintang itu di jendela kamar ku. Kurasa itu sedikit berguna saat malam hari.

Pagi ini seperti biasa aku melewati gerbang tanpa adanya sapaan dari Leo lagi, aku pikir aku merindukan momen itu. Saat jam istirahat, aku berkumpul dengan teman teman sekelas ku. Aku berteman dekat dengan sekelompok wanita di kelas, mereka berbeda dengan kelompok wanita lainnya yang selalu membicarakan tetang percintaan atau alat make up, mereka memiliki sifat yang cukup gokil menurut ku, mungkin tanpa mereka kelas ini akan terasa membosankan. Untuk pertama kalinya, aku membuka orbrolan di kelompok itu, berbeda seperti pembahasan biasanya, aku bertanya pada mereka tentang perasaan aneh ku yang belakangan ini selalu menjadi pertanyaan besar bagiku. Aku menceritakan semuanya pada mereka, dan mereka mendengarkannya dengan serius, awalnya aku merasa tak yakin untuk menceritakan hal ini pada mereka, karena kupikir ini adalah hal konyol yang tak perlu aku tanyakan pada orang lain, tapi aku salah. “Kau menyukainya” sahut Minsoo salah satu temanku dengan memotong pembicaraan ku. “ku pikir kau tidak hanya menyukainya, tapi kau sudah mencintainya, hanya saja kau tak percaya diri untuk mengakuinya” lanjutnya dengan nada yang serius. Teman ku yang lain pun meng-iyakan pendapat  Minsoo itu, tapi apakah benar aku seperti itu?

Saat perjalanan menuju station, Leo menelpon ku. “Kambing!! Tunggu aku di station”, setelah mengatakan itu ia mematikan telephone nya. Aku menunggunya di toko roti yang berada di station, lalu aku melihat Leo berlarian menghampiri toko ku ini. Saat sampai didepan ku, ia memperlihatkan mendali emas yang ia dapatkan dari olimpiade sains yang ia ikuti hari ini. “kau tak akan melanggar janjimu kan?” Tanya Leo padaku. Aku sontak tersenyum karena marasa bahagia, “Siap!! Albert Einstein!!” jawab ku lambing pemeberian ucapan selamat atas kemenangannya. Saat di dalam kereta, aku berpikir mengapa aku sama sekali tak ragu menyebutkan hal seperti tadi. Ya, biasanya aku tak mau mengiyakan apapun yang mebanggakan diri Leo, karena Leo akan sangat bersemangat menyombongkan hal itu. Kurasa aku mulai menerimakan Leo sepenuhnya.

“ah Leo, aku sudah terima bintang nya, kurasa kau memang menganggap serius bintang bintang itu, kau sangat tepat waktu.” Aku mencoba membuka pembicaraan dengan Leo. “ah agenda itu sudah masuk dalam jadwal ku, bahkan aku menulisnya di kalender kamar ku setiap 1 tahun sekali” jawab Leo. “rajin sekali, aku menyimpannya dengan aman. Aku menempelnya di jendela ku” balasku pada Leo. “aku tau”, jawaban singkat Leo yang membuat ku sedikit bingung, darimana ia mengetahuinya jika aku menempelkan bintang itu di jendela kamar ku. “apa dia menyimpan cctv di kamar ku? Ia bahkan belum pernah memasuki kamarku” Tanya ku dalam hati, dan bahkan aku tak berani menanyakannya langsung pada Leo.

Sesaat sampai depan rumah ku,”aku duluan ya, hati hati kau dijalan. Selamat tinggal.” untuk pertama kalinya aku mengucapkan selamat tinggal sambil melambaikan tangan ku pada Leo. Entah mengapa, ini berubah dengan sendirinya. Ku pikir aku memang mencintainya, karena aku menyadari aku selalu merasa aman dan nyaman saat di dekat Leo. Hanya saja aku malu mengungkapkannya, aku hanya tak ingin kita merasa terganggu karena perasaan yang tiba tiba ini. Aku memang teman yang bodoh, mengapa aku bisa sangat mencintai Yong Gi?.

Sejak saat aku mulai menyadari perasaan ku, aku menjadi lebih ingin selalu berada di dekat Leo. Bahkan aku mencoba mecari tau tentang kegiatan Leo di sekolahnya, aku mencoba berkenalan dengan beberapa orang yang besekolah di Sains International School, untuk aku jadikan sebagai biang informasi ku tentang Leo saat di sekolahnya. Memang cukup gila, tapi aku memang tak mempenyuai keberanian untuk menanyakan nya langsung pada Leo.

Saat ini, setiap jam pulang sekolah, aku selalu menelpon Leo untuk memastikan kita akan pulang bersama. Bahkan saat perjalanan pulang, aku menjadi seseorang yang berbeda. Aku seperti tertular oleh Leo yang selalu menceritakan banyak hal saat perjalanan pulang. Mungkin ini karena aku yang semakin dewasa dan sudah sangat lama mengenal Leo, hingga aku menjadi lebih terbuka dengannya. Atau mungkin pula, ini karena aku yang sudah sangat lama mencintai Leo, hingga akhirnya aku sudah sangat nyaman berbagi cerita dengannya.

“ku pikir kau memang bartumbuh dewasa dengan baik, Mina” sahut Leo padaku saat kami tengah duduk di sebuah taman kota sambil meminum susu kotak yang dibelikan Leo. “apa?” Tanya singkat ku pada Leo, “Park Mina yang sedang duduk disamping ku ini adalah Park Mina yang sangat banyak bicara dan lebih ceria. Apa kau benar Park Mina si Kambing? Atau kau adalah kembaranya? Jawab aku!!” dengan nada bentakan pada ku, Leo bertanya kebenaran diriku yang sekarang sambil membalikan pandangannya pada ku. “Hyaa!! Kau gila? Apa perubahan itu dilarang? Ini terjadi secara alami karna aku sudah mulai dewasa. Ini sudah tahun ke 3 kita di SMA. Apa tak boleh aku menjadi seseorang yang berbeda? Sebentar lagi kita akan memasuki jenjang kuliah, aku ingin menjadi lebih terlihat pintar.” Jawab ku dengan sedikit membentak balik Leo.  Dengan santai nya ia bertanya balik pada ku, “apa ini karna kau sedang mencintai seseorang?”, aku terdiam karena ku berpikir apakah ia mengetahui perasaan ku. “kupikir kau tak dapat jatuh cinta, hahahah” lanjut Leo dengan tawanya yang sangat kencang di telinga ku. “sialan manusia ini selalu membuat ku kikuk” dalam hati ku dengn perasaan lega jika ia memang tak mengetahui perasaan ku.

Entah mengapa, Leo terlihat begitu penasaran dengan perubahan ku. Bahkan dia selalu bertanya tanya tentang siapa sebenarnya pria yang aku sukai, aku tak bisa menjawabnya, bahkan aku tak menjawab itu benar atau salah. Hingga akhirnya Leo bertanya “apa kau mencintai ku?”, aku berbalik dan tertawa meremehkan pertanyaanya tanpa menjawab petanyaan itu. Sayangnya hati ku tak bisa berkompromi dengan baik, ia mengatakan “aku memang sangat mencintai mu.”

Rabu, April 04, 2018

Twenty Four [3]

 TWENTY FOUR

-HIDDEN-


Pacific Economic Senior High School, terpampang jelas nama itu di depan gerbang masuk sekolah baru ku. Ya, hari ini adalah hari pertama aku menjadi siswa SMA. Tak ada lagi teriakan gila Leo, tak ada lagi tubrukan kerasnya Leo yang setiap pagi aku rasakan saat memasuki gerbang semasa SMP. Semuanya telah berubah menjadi lebih baik, mungkin kali ini Leo tak akan bisa menjadi sasaeng ku lagi, aku akan merasa aman jika benar seperti itu.

Ini hari pertama ku berpisah sekolah dengan Leo, itu karena Leo mulai bersekolah di Sains International School. Sekolah kami memang tidak berjauhan, kami tetap di satu kota yang sama, hanya saja berbeda lokasi. Bahkan kami pun akan tetap pulang bersama, Leo akan menungguku di station kereta saat pulang sekolah, ataupun sebaliknya.

Aku melewati hari hari ku dengan kegiatan belajar seperti biasa, hanya saja kali ini tak ada lagi seseorang yang berteriak di jendela samping ku saat bel istirahat berbunyi, bahkan kegiatan istirahat ku kini menjadi normal, tak ada lagi kabur panjat tembok sekolah untuk makan siang di luar sekolah, atau hanya duduk duduk di ruang seni sambil menyalakan music sekeras mungkin. Ini seperti bel berbunyi, berjalan menuju kantin, mengantri makan siang atau membeli beberapa makanan, setelah itu masuk kelas dan selesai. Itu menjadi terasa begitu membosankan.

Sore ini Leo tak bisa pulang bersama ku, karena Leo sedang mengikuti persiapan olimpiade sains tingkat nasional di sekolahnya. Kurasa ketika ia masuk sekolah itu, otak gila dia semakin menjadi jadi, belum menginjak 1 bulan disana Leo sudah berkontribusi terhadap sekolahnya. Apa kabar aku yang stuck ditempat tanpa pergerakan apa pun ini? Aku semakin merasa tak berguna. Beberapa hari lalu, Leo menasehati ku “kembangin tuh ukiran!” singkat memang dan aku pun ingin mencobanya. Tapi aku sedikit tak percaya diri dengan karya ku karena biasanya Leo mengatakan “Cuma gitu doang? Teman kelas ku ada yang lebih jago” tak berkritik tak memberi saran, yang ada ia hanya berkomentar semenyakitkan itu.

Sore ini niatku akan menunggu Leo di kafe depan sekolah nya. Tepat di Café Toffe aku menunggu hampir 2 jam, aku selalu melihat kesebrang jendela kafe karna tepat disanalah gerbang sekolah Leo berada. Sudah 2 minggu ini kami tak pulang bersama, karena itulah aku memutuskan untuk menghampiri Leo seperti sekarang ini, sesekali aku pun ingin menyampaikan dukunganku secara langsung untuk olimpiade sains nya.

“tok tok tok..” aku terkaget saat mendengar ketukan jendela yang berada tepat disamping ku. “Leo” kataku dalam hati, seketika aku tersenyum saat melihat senyuman Leo sambil melambaikan tangan di balik jendela kafe. “Kambing!!” teriak Leo yang baru saja memasuki pintu kafe sambil menghampiri ku. Memalukan memang manusia satu ini, apa dia begitu cuek terhadap lingkungannya hingga tak sedikit pun merasa malu dengan tingkah konyolnya itu. Sesaat ia duduk di depan ku, ia mengisyaratkan sedang dalam keadaan haus, saat itu aku hanya menganggukkan kepala ku, namun pada akhirnya setelah ia memanggil pelayan kafe, ia membeli 1 cangkir kopi 1 botol minuman dingin dan 2 kue coklat. “atas nama Mina” kata tambahan yang ia bubuhkan sesaat setelah ia selesai memesan. Aku hanya menganga karena hanya ada 1 gelas jus alpukat yang di atas meja ku, itu menandakan bahwa aku sedang tak ingin mengeluarkan banyak uangku. Dan aku meyakinkan satu hal, bahwa yang harus membayar pesanan Leo tadi adalah aku. “Stupid Boy” dalam hati ku sambil menggerutu karena kesal dengan tingkah gila Leo.

Sudah sekitar 1 jam kita berdiam di kafe ini, tak banyak aku berbicara saat ini, aku hanya mendengarkan ocehan Leo yang bersemangat menceritakan tentang lingkungan barunya. Tapi ada satu hal yang membuat ku kesal, Leo memberitahu ku bahwa ia akan mengikuti olimpiade sains nasional dengan 1 teman barunya, bahkan ia memberi tahuku nama temannya itu, Yuki. “kita tak satu kelas, tapi kita berada di jurusan yang sama. Ia wanita yang cantik, dan dia begitu percaya diri.” Tutur Leo yang mengenalkan teman wanita nya itu kepada ku. Aku merasa sedikit cemburu. Tunggu, mengapa aku cemburu? Aku tak cemburu, aku hanya sedikit kesal. Tidak tidak aku hanya tak suka ia membanggakan orang lain, ia bahkan tak pernah menilai ku dengan baik, mengapa ia begitu baik dengan wanita itu. Aku tak cemburu, aku hanya tak suka.

“sudah sore, ayo kita pulang” ajak ku saat aku mencoba memotong pembicaraan Leo yang sedang menceritakan tentang Yuki. Seperti biasa, saat diperjalanan Leo akan terus mengoceh membicarakan hal yang tak penting, tapi kali ini ia sama sekali tak membicarakan soal Yuki itu seperti di kafe tadi, setiap ia bercerita tentang satu hal ia akan bertanya pada ku, “apa kau mengikuti ekskul seni lagi?”, “apa kau merasa senang ada di kelas?”, “apa sanggar tari disana memiliki ruangan yang bagus?”, “apa kau menemui guru killer disana?”, “kurasa tak ada pria seganteng aku disana, iya kan?”, aku hanya menjawab ya, mungkin, dan tidak tanpa menambahkan opini ku. Hingga akhirnya aku terdiam saat mendengar pertanyaan mendadak Leo, “apa kamu cemburu dengan Yuki?”, aku tak menjawab apapun kecuali terus berjalan di depan Leo. “hahaha… setampan apapun aku ini, kurasa kau memang membenci ku.” Sautan Leo sambil tertawa dan merangkul ku dari belakang. Bukannya aku tak mau menjawab, aku hanya bingung harus jawab apa, dan dengan opini Leo yang terakhir itu, aku tak yakin itu benar atau salah. Yang aku yakin, aku hanya tiba tiba ingin menyusul Leo ke sekolahnya, tapi entah apa alasannya, aku hanya tak ingin pulang sediri saja.

Mungkin Leo merasa lelah terus mengoceh, setelah ia bertanya apa aku cemburu, ia tak mengoceh lagi seperti tadi, ia hanya berdiam sambil melirik sana sini. Kurasa ini pertama kalinya ia merasa lelah. “kapan kau mulai olimpiade nya?” Tanya ku untuk memecahkan kesunyian perjalanan ini, “3 hari lagi” jawab Leo dengan singkat. Tak terasa perjalanan pulang kami sudah sampai depan rumah ku, aku akan bergegas masuk rumah dan berpamitan dengan Leo. “Ya! Aku akan segera masuk, hati hatilah di jalan, kurasa kemarin malam aku melihat anjing baru yang berkeliaran dekat rumah mu.” Pamit ku, seperti biasa tanpa mengucapkan selamat tinggal. “apa kau melupakan sesuatu?” Tanya Leo saat aku hendak memasuki pagar rumah, aku lantas berpikir apa yang aku lupakan hingga Leo bertanya seperti itu, apa aku melupakan sesuatu, kurasa aku tak meninggalkan apapun. “aku tak menitipkan apapun kan pada mu?” Tanya ku pada Leo, “Tidak!! Hanya saja kau lupa betapa tampannya aku ini.” Sambil tertawa ia hanya memberi jawaban lelucon itu. Sialan, mengapa aku mudah sekali tertipu olehnya. Aku sedikit kesal karena ia tak ada hentinya berbuat gila padaku, hingga akhirnya aku mendengar teriakan seorang pria yang sepertinya aku kenal saat aku hendak memasuki pintu kamar ku, “Kita hanya teman!!”. Aku tak paham maksud perkataan pria itu, kupikir kita memang teman kan?.

Kurasa hari ini terasa lebih lama, aku merasa aga lelah mala mini, mungkin karena saat ku pulang sekolah tadi aku langsung pergi ke sekolah Leo. Setelah aku meberekan alat sekolah ku, aku bergegas mandi, saat aku sedang berendam aku merasa ada sesuatu yang mengganjal pikiran ku. Aku mencoba berpikir lebih keras, apa yang sedang mengganjal pikiran ku ini, aku merasa sesuatu yang berbeda. Setelah selesai mandi, aku bergegas membaringkan badan ku di tempat tidur, karena ini terasa begitu lelah. Sesaat hendak tertidur, hati ku dengan lembu mengatakan “aku merasa lega telah bertemu Leo hari ini.” Dengan sigap aku membuka mataku setelah menyadari, apa yang baru saja hati ku katakana. Aku terdiam dan melamun seketika, disisi lain aku beranggapan bahwa opini itu benar, tapi bagaimana aku bisa merasa lega, kita memang seperti itu biasanya. Aku terbangun dan membuka gorden jendela kamarku yang tepat ada disamping tempat tidur ku, aku melihat banyak bintang yang sedang menemani bulan disana, indahnya langit malam itu. Aku hanya ingin sedikit jujur, aku selalu merasa aman saat ada di dekat Leo. Mungkin itu karena Leo adalah sahabat terbaik ku. “oh tidakkk!! Aku lupa memberikan semangat pada Leo”, “sepertinya Leo sudah tidur”.

Aku tak paham dengan keadaan sekarang, aku merasa aneh belakangan ini. Entah apa yang sebenarnya terjadi. Ini diawali sejak kami pisah sekolah, mengapa aku menjadi selalu berketergantungan pada Leo. Aku tak paham, padahal sebelumnya aku marasa aman karena kini sudah tak ada lagi yang mengganggu ku dengan tingkah gila seperti Leo. Tapi mengapa aku merasa sedikit kehilangan. Apa seharusnya aku bertanya pada teman sekelas ku? atau aku tanya saja langsung pada Leo, sahabatku? Aku harap kau mengetahuinya.

Halo semua..

Aku gak tau kalo ternyata menjadi manusia itu harus Sempurna.

Minggu, 19 Januari 2025 Masih awal tahun ya... Tapi hari ini aku tau, ternyata aku masih belum sebaik itu untuk hidup di dunia. Dengan adany...